div id='fb-root'/>

Ads Header

Come to Join us

Kamis, 04 Agustus 2011

BUAH TERAKHIR PRESTASI

BUAH TERAKHIR PRESTASI
Hari Selasa, 7 Maret, pukul 16.37
“Bu, Kak Avila kok belum pulang ya?”
“Kakakmu lagi ada olimpiade astronomi di Putra Bangsa. Mungkin sebentar lagi pulang, sayang.”
“Iya deh...“
Pyarr ...
“Ibu, Ibu kenapa?”
Ibu tidak menjawab. Ia diam saja sambil memandangi piring yang pecah.
“Ibu, Ibu nggak apa-apa kan? Nggak kena pecahan piringnya kan? Ibu duduk disini dulu ya, biar Aloysia bersihin pecahannya dulu.”
Aloysia menuntun ibunya untuk duduk, sementara ia membersihkan pecahan piring tadi.
“Al, ibu kok khawatir ya sama kakakmu. Perasaan ibu nggak tenang.”
“Ibu minum dulu, mungkin ibu kecapekan. Ibu istirahat aja ya?
“Iya mungkin. Ibu tiduran bentar ya, Al. Kamu bersih-bersih dulu, sambil nungguin kakakmu pulang.”
“ Iya, Bu.”
***

7 Maret, pukul 17.17
Kak Avila kemana sih kok belum pulang? Perasaanku kok nggak enak gini ya? Takut kenapa-kenapa sama Kak Avila, batin Aloysia.
Aloysia sedang menyiapkan makan malam saat ia menemukan kakaknya didalam kamar.
“Kakak? Kakak kapan pulang? Kok nggak salam dulu tadi? Wajah Kakak kok pucat? Kakak sakit?” Aloysia mencoba meraba kening kakaknya. Ia tercengang, tubuh Avila begitu dingin.
“Kakak sakit?”
Avila hanya menggeleng lalu pergi ke kamar ibu. Aloysia mengikutinya dari belakang. Wajahnya terlihat sangat cemas. Sedangkan Avila? Avila terlihat dingin dan kaku.
Saat melihat ibu, Avila berjalan pelan. Lalu berhenti, menengok pada adiknya.
“Ibu kenapa?” nada suara Avila begitu datar, begitu dingin.
Aloysia semakin tak mengerti apa terjadi pada kakaknya. Tidak biasanya Avila seperti ini. Avila yang dikenalnya adalah Avila yang ceria, bawel, rame, seru, dan yang pasti heboh jika melihat ibu sakit. Satu lagi, setiap berangkat dan pulang ia selalu berkata, Avila berangkat’ dan ‘Avila pulang’, tapi sekarang tidak.
“Ibu capek, Kak.” kata Aloysia.
Avila segera mendekati ibunya dan duduk disamping beliau. Ia diam saja, menunggu sang ibu bangun dan menyadari kehadirannya.
Perlahan-lahan wanita paruh baya itu membuka matanya.
“ Avila kamu baru pulang, nak?” Ibu segera memegang tangan Avila.
Seketika itu dahinya berkerut. Ia pun terlihat bingung, lalu menatap Aloysia yang juga tak mengerti.
“Kamu sakit?” tanya ibu sambil meraba kening Avila.
Avila menggeleng, lalu memindahkan tangan ibu dari keningnya.
Ibu segera beranjak duduk, lalu memandangi wajah Avila.
“Kamu darimana saja, Av ?”
Avila hanya tersenyum.
“Bu, Avila dapet duit Rp 750.000. Avila menang juara 3 di olimpiade astronomi. Ibu pake aja uangnya, nggak usah buat bayar sekolah Avila. Ibu pakai baik-baik ya, Bu. Avila tidur dulu.” Avila lalu segera beranjak pergi.
Ibu dan Aloysia saling melempar pandang , keduanya sama-sama tak mengerti.
***

7 maret, pukul 17.57
“Al, panggil kakakmu suruh makan dulu.”
“Iya, Bu.
Belum sempat Aloysia memanggil Avila, Chizie, sahabat Avila datang bersama polisi.
Tok… tok… tok…
“Ibu, Aloysia…”
“Kayaknya Chizie, Al. Ada apa?”
“Iya, Bu. Ada apa ya, Bu?”
Aloysia dan Ibu segera menghampiri Chizie.
“Zie, ada apa ini ? Kok ada polisi segala?” tanya Ibu heran.
“Avila, Bu. Avila...”
Chizie langsung menangis memeluk Ibu.
“Selamat sore, Ibu. Saya dari kepolisian Ciputih melaporkan bahwa telah terjadi kecelakaan di Jalan Anyelir dan menewaskan seorang pengguna jalan bernama Avila Andrea Ludovika, putri Ibu.”
“Kecelakaan tersebut terjadi pada pukul 16.37, kronologis kejadiannya adalah saat korban menyeberang jalan dari arah berlawanan, datang bus pariwisata. Dari TKP kami menemukan ini.”
Polisi itu menyerahkan piagam, sertifikat dan sebuah amplop.
“Nggak  mungkin, Pak. Kak Avila tuh lagi tidur di dalam. Aku panggilin kalau Bapak nggak percaya.”
Aloysia segera berlari ke arah kamar Avila, membuka pintu dan langsung terduduk lemas.
Ibu yang menyadari hal itu segera menghampiri Aloysia bersama Chizie.
“Ada apa, Al?”
“Kak Avila nggak ada di kamarnya, Bu. Trus yang tadi itu siapa, Bu? Kakak!!!” Aloysia berteriak histeris.
“Avila... Anakku...” Ibu langsung tak sadarkan diri.
“Ibu... Ibu... Al, Ibu...” Chizie pun tak kuasa menahan tangis.
***

Reka ulang
Beberapa waktu yang lalu...
7 Maret, pukul 16.30
Akhirnya aku bisa bayar sekolah, Tuhan. Aku bisa bayar tunggakan buat naik kelas. Bisa ikut ujian akhir sekolah. Terima kasih, Tuhan. Aku bisa beli buku tulis juga, batin Avila.
Avila tersenyum, Ia senang sekali, karena dalam olimpiade astronomi ia mendapat juara 3. Uang dari hasil hadiah tersebut adalah untuk membayar sekolahnya yang menunggak 5 bulan.
“Avila !” Chizie melambai dari seberang jalan.
“Chizie, aku menang ! Liat nih!“ Avila mengangkat sertifikat, amplop dan piagamnya.
Ia berlari ke arah Chizie tanpa melihat ke kanan kiri jalan, dan…
“Arrrrgggghhh!!!
Kecelakaan pun tak dapat terelakkan.
***


7 Maret, pukul 16.37
“Zie, aku... titip... ini... buat... Ibu... ya...“
Dan Avila pun menghembuskan nafas terakhir.
“Avila “ Chizie berteriak dan menangis histeris.
***

Di tempat berbeda...
7 Maret, pukul 16.37
“Bu, Kak Avila kok belum pulang ya?”
“Kakakmu lagi ada olimpiade astronomi di Putra Bangsa. Mungkin sebentar lagi pulang, sayang.”
“Iya deh...“
Pyarr...
“Ibu, Ibu kenapa?”
 Ibu tidak menjawab. Ia diam saja sambil memandangi piring yang pecah.

EKSANTI, EDISI 16
By : Gloria Lucyani K. T.

0 komentar:

Posting Komentar